Sabtu, 28 Mei 2016

RESUME: Mendidik dengan Kekuatan fitrah berbasis Hati Nurani


MENDIDIK DENGAN KEKUATAN FITRAH BEBRBASIS HATI NURANI
Oleh : Septi Peni Wulandani

Bunda, setelah kita memamahi bahwa salah satu alasan kita melahirkan generasi adalah untuk membangun kembali peradaban dari dalam rumah kita, maka semakin jelas di depan mata kita, ilmu-ilmu apa saja yang perlu kita kuasai seiring dengan misi hidup kita di muka bumi ini. Minimal sekarang anda akan memiliki prioritas ilmu-ilmu apa saja yang harus anda kuasai di tahap awal, dan segera jalankan, setelah itu tambah ilmu baru lagi. Bukan saya, sebagai teman belajar anda di IIP selama ini, maupun para ahli parenting lain yang akan menentukan tahapan ilmu yang harus anda kuasai, melainkan DIRI ANDA SENDIRI.

“The only reality is YOUR PERCEPTION”

Apakah mudah? TIDAK. Tapi yakinlah bahwa kita bisa membuatnya menyenangkan. Jadilah diri anda sendiri, jangan hiraukan pendapat orang lain. Jangan silau terhadap kesuksesan orang lain. Mereka semua selalu berjalan dari KM 0, maka mulai tentukan KM 0 perjalanan anda tanpa rasa “galau”.

Inilah sumber kegalauan diri kita menjalankan hidup, kita tidak berusaha memahami terlebih dahulu apa“misi hidup” kita sebagai individu dan apa “misi keluarga” kita sebagai sebuah komunitas terkecil. Sehingga semua ilmu anda pelajari dengan membabi buta dan tidak ada yang dipraktekkan sama sekali. Semua seminar dan majelis ilmu offline maupun online anda ikuti, karena kekhawatiran tingkat tinggi akan ketertinggalan ilmu kekinian, tapi tidak ada satupun yang membekas menjadi jejak sejarah perjalanan hidup anda. Check List harian sudah anda buat dengan rapi di Nice Homework#1, surat cinta sudah anda buat dengan sepenuh hati di Nice Homework #2. Misi hidup dan misi keluarga sudah anda tulis besar-besar di dinding kamar, tapi anda biarkan jadi pajangan saja. Maka “tsunami informasilah” yang anda dapatkan, dan ini menambah semakin tidak yakinnya kita kepada “kemampuan fitrah” kita dalam mendidik anak-anak.

“Just DO It”, lakukan saja meskipun anda belum paham, karena Allah lah yang akan memahamkan anda lewat laku kehidupan kita.

Demikian juga dengan pendidikan anak-anak. Selama ini kita heboh pada “Apa yang harus dipelajari anak-anak kita”, bukan pada “Untuk apa anak-anak mempelajari hal tersebut”. Sehingga banyak ibu-ibu yang bingung memberikan muatan-muatan pelajaran ke anak-anaknya tanpa tahu untuk apa anak-anak ini harus melakukannya. Bahkan tidak hanya kita para ibu, pemerintahpun terlihat “galau” ingin memasukkan sebanyak-banyaknya pelajaran ke anak-anak kita, tanpa melihat fitrah keunikan masing-masing anak. Kalau kita belum bisa mengubah sistem pendidikan di negeri ini, maka mulailah perubahan dalam sistem terkecil yang anda miliki yaitu keluarga.

Ada satu kurikulum pendidikan yang tidak akan pernah berubah hingga akhir jaman, yaitu

PENDIDIKAN ANAK DENGAN KEKUATAN FITRAH BERBASIS HATI NURANI.

Tahap yang harus anda jalankan adalah sbb:
a. Bersihkan hati nurani anda, karena ini faktor utama yang menentukan keberhasilan pendidikan anda.
b. Gunakan Mata Hati untuk melihat setiap perkembangan fitrah anak-anak. Karena sejatinya sejak lahir anak-anak sudah memiliki misi spesifik hidupnya, tugas kita adalah membantu menemukannya sehingga anak-anak tidaka kan menjadi seperti kita, yang telat menemukan misi spesifik hidupnya.
c. Pahami Fitrah yang dibawa anak sejak lahir itu apa saja. Mulai dari fitrah Ilahiyah, Fitrah Belajar, Fitrah Bakat, Fitrah Perkembangan, Fitrah Seksualitas dll.
d. Upayakan proses mendidik yang sealamiah mungkin sesuai dengan sunatullah tahap perkembangan manusia. Analogkan diri anda dengan seorang petani organik.
e. Selanjutnya tugas kita adalah MENEMANI, sebagaimana induk ayam mengerami telurnya dengan merendahkan tubuh dan sayapnya, seperti petani menemani tanamannya. Bersyukur atas potensi dan bersabar atas proses.
Semua riset tentang pendidikan ternyata menunjukkan bahwa semakin berobsesi mengendalikan, bernafsu mengintervensi, bersikukuh mendominasi dsbnya hanya akan membuat proses pendidikan menjadi semakin tidak alamiah dan berpotensi membuat fitrah anak anak kita rusak.
f. Manfaatkan momen bersama anak-anak, bedakan antara WAKTU BERSAMA ANAK dan WAKTU DENGAN ANAK. Bersama anak itu anda dan anak berinteraksi mulai dari hati, fisik dan pikiran bersama dalam satu lokasi. Waktu dengan anak, anda dan anak secara fisik berada dalam lokasi yang sama, tapi hati dan pikiran kita entah kemana.
g. Rancang program yang khas bersama anak, sesuai dengan tahap perkembangannya, karena anak anda “very limited special edition”

Bunda, mendidik bukanlah menjejalkan, mengajarkan, mengisi dsbnya. Tetapi pendidikan, sejatinya adalah proses membangkitkan, menyadarkan, menguatkan fitrah anak kita sendiri.
Lebih penting mana membuat anak bergairah belajar dan bernalar atau menguasai banyak pelajaran, lebih penting mana membuat mereka cinta buku atau menggegas untuk bisa membaca.

Jika mereka sudah cinta, ridha, bergairah maka mereka akan belajar mandiri sepanjang hidupnya.

TANYA JAWAB
  1. Andita - Malang. "Bukan sy, sbg teman bljr anda di iip slama ini, maupun pr ahli parenting lain yg akan mnentukan tahapan ilmu yg hrs anda kuasai, melainkan diri anda sendiri" Yg ingin sy tnykan Bunda Septi...Dalam menyusun list tahapan ilmu yg akan dipelajari..Dimulai dr ilmu yg mmg jd tantangan kt dlm arti mnjadi kekurangan kt/dari ilmu yg emg kt suka dl atw yg jd Sumber kekuatan kt/kah ilmu ttg tumbuh kembang anak dl? --> Mbak Andita, dalam menyusun list tahapan ilmu itu berdasarkan dari kebutuhan utama kita. Misal kita ingin menjadi ahli di bidang pendidikan anak, maka ilmu apa saja yang harus kita kuasai untuk mencapai hal tersebut. Tetapkan mulai dari Ilmu-ilmu di ranah domestik sampai ke Ilmu di ranah publik. Maka ilmu itu berdasarkan Misi hidup. Ketemu misi hidup kita kemudian ketemu bidang yang ingin kita kuasai. Dari sanalah muncul berbagai turunan ilmu yang harus kita pelajari,✅
  2. Annisa - Bandung. Darimana kita mendapatkan ilmu ttg fitrah anak, misal usia sekian fitrah anak itu begini dan begitu?, terima kasih bu Septi. --> Teh Annisa, sejatinya ilmu fitrah itu ada di Al Quran mbak. Kemudian diterjemahkan oleh manusi dari berbagai disiplin ilmu. Ada yang meneliti dari pengamatan perkembangan anak, dari sisi pertumbuhan psikologis anak dll. kalau saya menentukan dari berbagai macam pengamatan sehari-hari. Sehingga memunculkan sebuah konsep yang paling cocok untuk ketiga anak-anak saya adalah sbb : 0-7 th : kaya akan wawasan; 7-14 th : kaya akan gagasan; 14-21 th : Kaya akan aktivitas.
  3. Novi Ardiani. Apakah mendidik anak sbg kewajiban ayah ibu, menurut bu Septi, boleh didelegasikan?.....jika ya mengapa bu. Jika TDK pun mohon penjelasan. --> Mbak Opi, Mendidik anak itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena sesungguhnya mendidik anak itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya. Jadi sejatinya tidak ada yang bisa didelegasikan dalam mendidik anak. Kita hanya akan melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Mendidik anak dimulai dari proses seleksi ayah/ibu yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir. Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yg akil baligh secara bersamaan. Mendidik anak nyaris selesai di usia 14 th ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa. Kita dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu. Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg melakukannya. Mendidik tidak hanya sekedar membesarkan dan memberi materi, melainkan anda sedang membangun sebuah sejarah peradaban.
  4. Novita - Tangsel. Kalau ilmu yang harus dipelajari tak searah dengan bidang kerja kita mana yang harus diprioritaskan bu? Ilmu yang di misi kita atau kerjaan kita? --> Mbak Novita, inti dari hidup ini adalah proses menjalankan misi hidup, sehingga kalau kita merasa bidang pekerjaan kita jauh dari misi hidup kita berarti ada yang OFF Track. Cirinya adalah adanya ketidakseimbangan baik dari sisi emosi, waktu dll. Maka segera penuhi ilmu yang sesuai misi hidup kita, maka disitulah akan mengalir banyak keberkahan.✅
  5. Zy-Depok. Untuk menjadi ahli dibidangnya, harus menguasai ilmunya. Bisakah ilmu itu dipelajari secara otodidak atau harus mempelajarinya secara formal, baru dibilang ahli? --> Mbak Zy, banyak cara untuk menguasai ilmu. Selama ini kita selalu disempitkan hanya dengan satu cara yaitu lewat pendidikan formal. Padahal ada banyak peran hidup yang bisa ditempuh dari berbagai cara. Tingga kita lihat saja. Bidang tersebut berkaitan dengan akademis, misal dosen, maka harus melewati jalur formal. Apakah bidang tersebut masuk jalur profesional? maka cari berbagai lisence dunia, sekarang sudah banyak. Atau justru bidang tersebut di ranah enterpreneur, maka segera ambil jalur magang, belajar langsung ke ahlinya.✅
  6. Dyas-depok. Ketika ibu sedang mengajar anak-anak (diwaktu yg bersamaan) bagaimana cara ibu septi menyusun materi pembelajaran utk masing-masing anak (terkait dgn fitrah perkembangannya yg berbeda)? Tolong berikan contoh yg ibu lakukan ketika mengajar enes, ara dan elan di suatu waktu yg sama? Terima kasih. --> Mbak Dyas, contoh di fitrah belajar, saya ambil tentang mengasah intellectual curiosity. Maka untuk Elan yg saat itu berusia kurang dari 7 th, belajar membuat pertanyaan dengan teman yang sama, Misal saya ambil tema "Jakarta". Elan : a. Mengapa Jakarta macet?, b. Siapa yang bertugas mengatasi kemacetan?, c. Bagaimana caranya membuat aturan lalu lintas untuk membuat jakarta lancar? dll. Enes dan Ara yang berada di usia 7-14 th : a. Mengapa tidak kita usulkan sistem lalu lintas untuk Jakarta, b. bagaimana Jika kita buat hari pakai sepeda?, c. bagaiman jika pom bensin diganti Galon air minum untuk pesepeda dll. Sehingga belajarnya anak berdasarkan dari rasa ingin tahu mereka masing-masing, meski temanya sama.✅
  7. Noor - Tangsel. Kalo anak kita sudah usia 12 tahun..untuk ikut dalam tahap perkembangan itu kudu pakai percepatan ya? Bagaimana caranya? --> Bunda Noor, tidak ada yang perlu digegas, maka mulailah mengidentifikasi kemampuan anak-anak kita meski usianya sudah masuk pra aqil baligh akhir. Kemudian kita amati, kemampuan apa saja yang sepertinya harus dipenuhi anak-anak untuk bekal hidupnya kelak. Ingat untuk hidup ya, selama ini kita itu terbuai dengan nilai matematika, IPA, Bahasa dll. Dan merasa sudah cukup mendidik anak-anak. Sehingga lupa untuk melatihnya kemampuan menyelesaikan masalah hidup, kemampuan berpikir kritis, kemampuan kreativitas dll✅
  8. Andita - Malang. Jika misi spesifik hidup terkait mendidik anak dg profesional bu...berati scr tdk lgsg sdh sejalan dg amanah utama..Yg ingin sy tnykan, Bgmn jk misi spesifik hidup tdk berkaitan dg penddikan anak? Apa yg hrs dilakukan utk mnyeimbangkan kedua hal itu? padahal amanah utama tentulah ttp mendidik anak. -->Mbak Andita, saya ambil contoh ya , misal peran hidup kita adalah seorang SERVER, kekuatan diri kita di bidang pelayanan, sehingga misi hidup kita adalah melayani kebutuhan hidup seseorang. Pekerjaan kita di bidang keperawatan. bagaimana dengan penjagaan amanah ke anak-anak? Menjadi perawat adalah kehendakNya dalam hidup anda. Sehingga DIA pasti memiliki rahasia besar, mengapa kita diberi doble amanah. Anak dan pasien. Keduanya memerlukan peran kita sebagai server. Maka profesionallah di keduanya. Kalau anda bisa dengan sabar melayani pasien di RS, maka ketika pulang harus lebih sabar lagi melayani anak-anak, bukan dibalik. Karena kemuliaan anda pada pelayanan. Dan profesional ke anak adalah titik awal anda untuk bisa profesional di bidang pekerjaan kita. Tidak ada yang terpisahkan dan terkorbankan. Ingat Rejeki itu pasti, kemuliaanlah yang harus dicari.✅
  9. Bunda Ririn. Anak saya usia 10thn belum keliatan mau membaca buku pelajaran sekolah berdasarkan inisiatif nya. Kalau buku pengetahuan yang tampilan nya berupa gambar/komik mau dibaca. Apakah itu sudah dinamakan hobi membaca? Setelah menebak potensi unggul anak. Langkah selanjutnya mau menambah jam belajar nya yg sesuai dengan potensi nya. Apakah orang tua jadinya memaksakan kalau anak dari pagi sampai siang sdh belajar di sekolah negeri lalu sore dan malam di tambah pelajaran sesuai potensi nya? --> Bunda Ririn, anak itu tidak bisa dibohongi, ketika suatu buku sangat menarik minatnya untuk membaca, maka disitulah dia akan membaca tanpa dipaksa. Sehingga kita bisa melihat apakah buku pelajarannya semenarik buku komik? kalau tidak cari buku pelajaran yang seindah komik, banyak gambarnya. Anak yang pagi belajar pelajaran di sekolah, sore harinya tetap les pelajaran itu sama dengan MEMBUNUH anak-anak. Memperkuat potensi unggul itu harus beragam. Delivery methode nya harus banyak. Misal pagi sudah belajar matematika, maka sore harinya ajak silaturahim ke para ahli matematika, ajak untuk bereksperimen untuk melihat matematika yang ada di semesta alam dll,✅
  10. Euis - IIP Sulsel. (1) Bagaimana jika pendidikan dan kegiatan anak di rumah hanya umminya yg menghandle bu krn abinya sibuk?? Gapapakah? (2) Saya masih bingung metode apa yg tepat utk mengajari anak baca tulis dan iqro utk rafi 5,5th... iqro baru jilid3 aism jilid2 hampir slesai, Kl mau mulai harus merayu dulu cukup lama, yg dia minta rutin setiap hari,,, saya disuruh bacakan cerita dr buku2 yg sudah saya saya sediakan. Mohon pencerahan bu...--> 91) Bunda Euis, yakinlah di awal, anda tercipta sebagai makhluk tangguh. kalau suami tidak ikut campur dalam proses mendidik anak-anak, dan tidak mengganggu, itu baik. Tapi apabila suami mau terlibat, maka itu Luar biasa. (2) Jangan pernah paksakan anak, dengan cara kita, kita harus masuk dengan gaya belajar anak. Prinsipnya anak yang bisa berbicara pasti akan bisa membaca. Tugas kita menstimulus terus menerus dengan gaya belajar yang dia sukai. Kesalahan fatal adalah kita memaksakan anak belajar membaca/mengaji dengan cara kita dan dengan gaya belajar kita sebagai orangtua, tidak mau memahami bagaimana "jalan mudah" anak tsb dalam menerima ilmu baru"✅


Tidak ada komentar:

Posting Komentar